Saturday, August 28, 2010

Surat Cinta Adhitya Mulya

Dian tersayang..
Aku menulis surat ini sesaat setelah pertemuan kita. Aku menulis surat ini untuk meyakinkanmu bahwa aku mengerti.
Aku mengerti.
Aku mengerti kenapa kamu menolak diriku.
Aku mengerti kenapa kamu menolak diriku untuk yang ke-7 kalinya.

Aku sadar, aku terlalu ganteng untukmu.

Aku sadar diriku terlalu sempurna bagi kebanyakan orang. Aku tahu kamu mencintaiku setengah mati sebenarnya. Matamu tak bisa berbohong. Matamu itu berlinangan saat memintaku berhenti mengajakmu jadi pacarku. Matamu juga tak bisa berbohong saat kamu bilang kamu benci, benci, dan benci diriku. Pun saat kamu bersumpah tidak mau bertemu dengan diriku lagi.

Aku sadar kenapa. Pastinya, kalau jadian denganku, kamu akan makan hati setiap hari. Tiap detik, kamu akan marah pada perempuan-perempuan yang selalu melirikku. Tiap menit, kamu mesti sabar menghadapi perempuan-perempuan yang genit padaku. Tiap bulan, kamu mesti mengeek HP-ku dan men-delete semua sms dari perempuan-perempuan itu.

Aku sedih melihat kamu harus selalu menyangkal diri kamu seperti itu.

Aku doakan, Sayang, suatu saat nanti, kamu siap menjadi pacarku. Dan ketika itu, kita akan bersama sama lagi-seperti yang sudah surga takdirkansebelum kita lahir dulu.

Rgds / si ganteng-cintamu

________________________________________________________________________________

                    *Oleh Adhitya Mulya dalam "Kepada Cinta"*

Sunday, August 15, 2010

Jeger!

Gue dah jadi mahasiswa! Horeeee~
*joget india dulu*
Universitas gue bener-bener panci sayur (baca : mix pot). Mereka menampung orang dari sabang sampai merauke. Agak pusing, karena gue terbiasa muter-muter cuma di pluit-muarakarang. Jauh-jauh paling ke sunter.

Komunikasi jelas jadi masalah. Temen-temen gue kalo ngomong sopan, pelan dan teratur. Gue? Jangankan ngomong, diem ajah udah rusuh. Apalagi ngomong.

Ini temen Aceh gue.
"Halo, namaku Teuku Ibnu Sina. Dari Aceh."
"Halo juga, wah panggilnya apa nih? Teku? Apa Sina?"
"Popon."
"Po..po..pon?" Jidat gue berkerut.
"Iya, Popon." Dia mengangguk yakin.
Abstrak. Gue ga ngerti gimana caranya Teuku Ibnu Sina bisa berubah jadi Popon. Dengan logika yang sama, nama gue, Thaza Theresia Georly mungkin harus dipanggil Dodon.
Kenapa begitu? Ga tau.
*yeeee, timpuk batu!*

Satu lagi temen Aceh gue. Namanya Syafiq almadiich. No no no, bukan sekedar ich. Tidak semudah itu.
"Safik safik, lo tulisin donk presentasinya.."
Dia terdiam sebentar. "Tha, salah sebutnya. Syafiq aelma dei eidjche."
"Hah? Syafiq alma di ich?"
"Aaeelmaa Deii Eiiidjjchhee" dia menggulung lidahnya kesana kemari.
"Deeiii Eiidjcchh??" gue ikutan gulung lidah.
Sepuluh kali dicoba, lidah gue keram. Lalu copot.

Ada juga yang dari Riau. Ngomongnya ke-sunda-sundaan. Emang di Riau ngmgnya sunda?
"Neng, udah selsai belum neng?"
"Ah si akang mah. Eneng belum selsai atuh kang."
Hawa pedesaan tiba-tiba mengalir. Gue ga bisa menahan hasrat untuk ambil cangkul, pake topi caping, terus membajak sawah naik kebo.Rumput bergoyang, angin berhembus. Aaaahh indahnyaa~
"Yg sedang senyum-senyum sendiri di sana, coba kamu maju dan presentasikan program based learning. Sekarang."
Jeger. Apaan tuh?